BERITA TERBARU DAN TERUPDATE ,Di awal kedatangan Shin Tae Yong di Indonesia, banyak pihak yang meragukan kemampuan pelatih asal Korea Selatan tersebut .
Shin Tae Yong dianggap belum sukses di Indonesia. Bahkan pelatih kelas dunia dianggap tidak lebih baik dari pelatih lokal.
Banyak komentar negatif yang ditujukan kepada pelatih berusia 52 tahun itu. Misalnya ia disebut tidak profesional hingga dicap sebagai trainee yang banyak mengeluh.
Tapi Shin Tae Yong tidak pernah menanggapi ejekan mereka dengan komentar negatif.
Ia lebih suka fokus pada pekerjaan, dan menanggapi komentar miring mereka dengan kinerja.
Buktinya Shin Tae Yong berhasil mengukir sejarah fantastis bersama timnas Indonesia . Sedangkan orang yang membencinya, jatuh dengan sendirinya.
dari channel YouTube Freekick Channel, inilah karma yang diterima oleh mereka yang pernah meremehkan Shin Tae Yong.
1. Yeyen tumena
Pada Juni 2020, PSII dan Shin Tae Yong terlibat polemik. Itu terjadi karena Shin Tae Yong menceritakan kepada media Korea Selatan tentang sulitnya membangun karakter pemain timnas Indonesia.
Kesusahan PSII dan Shin Tae Yong dimanfaatkan oleh Yeyen Tumena dengan memancing di air keruh.
Saat itu, Yeyen menganggap Shin Tae Yong sudah keterlaluan, karena merendahkan pemain Indonesia dan Yeyen meminta PSSI memecat Shin Tae Yong.
Yeyen mengatakan Indra Sjafri lebih layak menggantikan Shin Tae Yong sebagai pelatih timnas senior, dan ia melatih timnas U-23.
Untunganya, PSSI membatalkan pemecatan Shin Tae Yong dengan pertimbangan kerugian.
Pasalnya, jika PSSI memecat Shin Tae Yong saat itu, maka PSSI harus membayar sisa kontrak 3 tahun.
Dengan kesombongannya, Yeyen masih menganggur sampai sekarang. Jangankan klub liga 1, klub liga 2 tidak tertarik padanya.
2. Fakhri Husaini
Kesombongan Fakhri Husaini bermula ketika PSSI resmi mengontrak Shin Tae Yong menjadi pelatih timnas Indonesia.
Demi membentuk timnas yang lebih kuat, Shin Tae Yong diamanahi melatih timnas Indonesia sejak level u-19 sampai timnas senior.
Sementara pelatih sebelumnya, Indra Sjafri dan Fakhri Husaini diminta untuk menjadi asisten Shin Tae Yong di tiga level timnas tersebut.
Hal itu bertujuan agar dua pelatih lokal potensial ini dapat mengambil pelajaran berharga dari Shin Tae Yong yang notabene pelatih kelas dunia.
Namun, Fakhri Husaini menolak dengan tegas menjadi asisten pelatih Shin Tae Yong. Karena menganggap dirinya pelatih hebat dan tak pantas menjadi asisten.
Bahkan, Fakhri mengatakan bahwa Shin Tae Yong belum tentu lebih baik darinya.
Hanya saja, STY pelatih asing dan dirinya pelatih lokal. Dan di Indonesia pelatih asing dianggap lebih baik dari pelatih lokal. Padahal, kualitas bisa dilihat dari prestasi.
Alhasil, Shin Tae Yong mampu membuktikan kualitasnya dengan mengukir beberapa torehan prestasi untuk timnas Indonesia.
Sementara Fakhri Husaini tak mampu membuktikan kalau dirinya lebih dari Shin Tae Yong.
Justru, pelatih asal Aceh tersebut bernasib buruk. Karena dipecat sebagai pelatih Persela Lamongan setelah rentetan hasil buruk timnya di liga 2.
3. Markus Haris Maulana
Pesta perayaan juara piala AFF u-16 2022 beberapa waktu lalu. Sempat tercoreng oleh teriakan “local Pride” dari para asisten Bima Sakti.
Teriakan tersebut merupakan bentuk kesombongan. Karena secara langsung menyindir Shin Tae Yong yang gagal membawa timnas u-19 di piala AFF u-19.
Namun, setelah Shin Tae Yong gagal membawa timnas u-19 gagal memperoleh juara dalam geralan AFF u-19 tesebut.
Shin Tae Yong berhasil mengantarkan Garuda Muda lolos ke piala Asia u-20 tahun 2023 mendatang. Jelas, prestasi itu lebih membanggakan daripada sekedar juara di piala AFF.
Hal sebaliknya terjadi pada timnas U-16, akibat arogansi para asisten pelatih U-16 yang meneriakkan “kebanggaan lokal”, tak mampu lolos ke Piala Asia U-17.
Namun, hal yang paling mencekik skuat pimpinan Bima Sakti adalah kekalahan telak dari timnas Malaysia dengan skor 5-1.
Ini karma buat Markus dan timnas u-16. Karena kesombongan adalah awal dari kehancuran.
Itu karma dari meremehkan pelatih Shin Tae Yong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar